Jumat, 26 Desember 2014

tugas ke 3 bahasa indonesia

1.      Pengertian karangan secara umum
Karangan adalah bentuk tulisan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang dalam satu kesatuan tema yang utuh. Karangan diartikan pula dengan rangkaian hasil pikiran atau ungkapan perasaan ke dalam bentuk tulisan yang teratur.
Pengertian karangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Karangan berasal dari kata ‘karang’ yg ditambahkan dengan imbuhan me- dan -an mempunyai arti menulis dan menyusun sebuah cerita buku dan sajak
2.      Jenis-jenis karangan dan pengertiannya
  • Karangan narasi: Karangan narasi adalah karangan yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dengan tujuan agar pembaca seolah-olah mengalami kejadian yang diceritakan itu.
  • Karangan deskripsi: Karangan deskripsi adalah karangan yang menggambarkan sebuah objek dengan tujuan agar pembaca merasa seolah-olah melihat sendiri objek yang digambarkan itu.
  • Karangan eksposisi: Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan sejumlah pengetahuan atau informasi dan pengetahuan dengan sejelas-jelasnya. Dikemukakan data dan fakta untuk memperjelas pemaparan.
  • Karangan argumentasi: Karangan argumentasi adalah karangan yang bertujuan untuk membuktikan suatu kebenaran sehingga pembaca meyakini kebenaran itu. Pembuktian memerlukan data dan fakta yang meyakinkan.
  • Karangan persuasi: Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan untuk mempengaruhi pembaca. Karangan ini pun memerlukan data sebagai penunjang.
3.      Perbedaan karangan Ilmiah dan Non Ilmiah
1.      Definisi
Karangan ilmiah biasanya digunakan untuk menyatakan fakta yang umum dan ditulis menurut metodologi dan tata cara penulisan yang benar. Ciri yang membedakan karangan ilmiah dengan jenis karangan yang lainya adalah karangan ilmiah bersifat sistematis kemudian objektif dan tidak persuasif sehingga karangan ilmiah lebih baku jika dibandingkan dengan jenis karangan yang lainya
Karangan non ilmiah adalah karangan yang sudah lazim digunakan dalam dunia tulis-menulis. Karangan non ilmiah biasa disebutkan dengan karangan fiksi ataupun non fiksi, perbedaan yang cukup mencolok dari karangan ilmiah dengan karangan non ilmiah adalah pada karangan ilmiah bersifat hasil penelitian sehingga faktual objektif sedangkan karangan non ilmiah adalah karangan yang bebas dan berasal dari pemikiran sang penulis itu sendiri contohnya adalah novel, roman, cerpen, puisi dan lain sebagainya.
2.      Ciri-ciri
Ciri-ciri karangan ilmiah :
Ø  Objektif
Ø  Persuatif
Ø  Sistematis
Ø  Logis
Ø  Menyajikan fakta
Ciri-ciri karangan non ilmiah :
·         Ditulis berdasarkan fakta pribadi,
·         Fakta yang disimpulkan subyektif.
·         Gaya bahasa konotatif dan popular.
·         Tidak memuat hipotesis.
·         Penyajian dibarengi dengan sejarah.
·         Bersifat imajinatif.
·         Situasi didramatisir.
·         Bersifat persuasif.
·         Tanpa dukungan bukti.
3.      Macam-macam
Macam-macam karangan ilmiah
v  Laporan penelitian. Laporan yang ditulis berdasarkan penelitian. Misalnya laporan penelitian yang didanai oleh Fakultas dan Universitas, laporan ekskavasi arkeologis yang dibiayai oleh Departemen Kebudayaan, dsb.
v  Skripsi. Tulisan ilmiah untuk mendapatkan gelar akademik sarjana strata satu (Si).
v  Tesis. Tulisan ilmiah untuk mendapatkan gelar akademik strata dua (S2), yaitu Master.
v  Disertasi. Tulisan ilmiah untuk mendapat gelar akademik strata tiga (S3), yaitu Doktor.
v  Surat pembaca. Surat yang berisi kritik dan tanggapan terhadap isi suatu tulisan ilmiah.
v  Laporan kasus. Tulisan mengenai kasus-kasus yang ada yang dilandasi dengan teori.
Macam-macam karangan non ilmiah
§  Dongeng
§  Cerpen
§  Novel
§  Drama
§  Roman
4.      Kriteria Metode Ilmiah
Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
A.    Berdasarkan fakta
informasi-informasi atau keterangan yang akan di peroleh penelitian, baik yg dikumpulkan maupun dianalisis hendaknya berdasarkan fakta atau kenyataan, bukan pemikiran sendiri atau duga-dugaan.
B.     Bebas dari prasangka
penggunaan fakta atau data metode ilmiah hendaknya berdasarkan bukti yang lengkap dan objektif, bebas dari pertimbangan- pertimbangan subjektif.
C.     Menggunakan prinsip analisis
fakta serta kejadian-kejadian tersebut harus dicari sebab akibatnya atau alasan-alasannya dengan menggunakan prinsip analisis.
D.    Menggunakan hipotesis
hipotesis atau dugaan ( bukti ) sementara diperlukan untuk memandu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin di capai. dengan hipotesi peneliti akan dipandu jalan pikirannya ke arah mana hasil penelitiannya akan dianalisis.
E.     Menggunakan ukuran objektif
pelaksanaan penelitian atau pengumpulan data harus menggukan ukuran-ukuran yang objektif.
F.      Dalam memperlakukan data ukuran yang besifat  kuantitatif yang biasa  harus digunakan, kecuali untuk artibut-artibut yang tidak dapat dikuantifikasikan Ukuran-ukuran seperti ton, mm, per detik, ohm, kilogram, dan sebagainya harus senantiasa  digunakan.
5.      Sikap ilmiah dan langkah-langkah penulisan ilmiah.
1.      Sikap Ingin Tahu
Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya.
2.      Sikap Kritis
Sikap kritis ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihan-kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.
3.      Sikap Terbuka
Sikap terbuka ini terlihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai.
4.      Sikap Objektif
Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.
5.      Sikap Rela Menghargai Karya Orang Lain
Sikap menghargai karya orang lain ini terlihat pada kebiasaan menyebutkan sumber secara jelas sekiranya pernyataan atau pendapat yang disampaikan memang berasal dari pernyataan atau pendapat orang lain.
6.      Sikap Berani Mempertahankan Kebenaran
Sikap ini menampak pada ketegaran membela fakta dan hasil temuan lapangan atau pengembangan walapun bertentangan atau tidak sesuai dengan teori atau dalil yang ada.
7.      Sikap Menjangkau ke Depan
Sikap ini dibuktikan dengan selalu ingin membuktikan hipotesis yang disusunnya demi pengembangan bidang ilmunya.
6.      Langkah – Langkah Penulisan Ilmiah
A.    Tahap Persiapan
1.       Memilih Topik dan Tema
Topik (bahasa Yunani:topoi) adalah inti utama dari seluruh isi tulisan yang hendak disampaikan atau lebih dikenal dengan dengan topik pembicaraan. Topik adalah hal yang pertama kali ditentukan ketika penulis akan membuat tulisan. Topik adalah bidang medan atau lapangan masalah yang akan digarap dalam karya tulis atau penelitian. Sementara itu, tema diartikan sebagai pernyataan sentral atau pernyataan inti tentang topik yang akan ditulis. Topik yang memang masih terlalu luas harus dibatasi menjadi sebuah tema.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan topik adalah:
a.      Isu-isu yang masih hangat.
b.      Peristiwa-peristiwa nasional atau internasional.
c.       Sesuatu (benda, karya, orang, dan lain-lain) yang dikaitkan dengan permasalahan politik, pendidikan, agama, dan lain-lain.
d.      Pengalaman-pengalaman pribadi yang berbobot.
2.      Mengumpulkan Bahan
Setelah memilih topik dan menentukan tema penulisan, penulis mulai mengumpulkan bahan. Bahan bisa didapatkan dari berbagai media cetak maupun elektronika. Bahan-bahan tersebut dikumpulkan terutama yang relevan dengan topik dan tema yang akan ditulis. Pemilihan bahan yang relevan ini bisa dengan cara membaca atau mempelajari bahan secara sepintas serta menilai kualitas isi bahan. Bahan yang sudah terkumpul tersebut bisa dimanfaatkan untuk memperkaya pengetahuan penulis dan sebagai landasan teoretis dari karya tulis tersebut.
3.      Survei Lapangan
Langkah ini adalah melakukan pengamatan atas obyek yang diteliti. Menetapkan masalah dan tujuan yang akan diteliti dan dijadikan karya ilmiah. Langkah ini merupakan titik acuan Anda dalam proses penulisan atau penelitian.
4.      Membangun Bibliografi
Bibliografi berarti kegiatan teknis membuat deskripsi untuk suatu cantuman tertulis atau pustaka yang telah diterbitkan, yang tersusun secara sistematik berupa daftar menurut aturan yang dikehendaki. Dengan demikian tujuan bibliofrafi adalah untuk mengetahui adanya suatu buku/pustaka atau sejumlah buku/pustaka yang pernah diterbitkan.
Unsur-Unsur Bibliografi dan Contoh Penulisannya :
a.      Nama Pengarang, yang dikutip secara lengkap
b.      Judul Buku, termasuk judul tambahannya.
c.       Data Publikasi: penerbit, tempat terbit, tahun terbit, cetakan ke berapa, nomor jilid buku dan tebal (jumlah halaman) buku tersebut.
d.      Untuk sebuah artikel diperlukan pula judul artikel yang bersangkutan, nama majalah, atau surat kabar, tanggal dan tahun.
Penyusunan Bibliografi :
a.        Nama pengarang diurutkan berdasarkan urutan abjad.
b.        Jika tidak ada nama pengarang, judul buku atau artikel yang dimasukkan dalam urutan abjad.
c.        Jika untuk seorang pengarang terdapat lebih dari satu bahan refrensi, untuk refrensi kedua dan seterusnya, nama pengarang tidak diikutsertakan, tetapi diganti dengan garis sepanjang 5 atau 7 ketikan.
d.        Jarak antara baris dengan baris untuk satu refrensi adalah satu spasi. Namun, jarak antara pokok dengan pokok lain adalah dua spasi.
e.         Baris pertama dimulai dari margin kiri. Baris kedua dan seterusnya dari tiap pokok harus dimasukkan ke dalam sebanyak tiga atau empat ketikan.
5.      Menyusun Hipotesis
Langkah ini adalah menyusun dugaan-dugaan yang menjadi penyebab dari obyek penelitian Anda. Hipotesis ini merupakan prediksi yang ditetapkan ketika Anda mengamati obyek penelitian.
6.      Menyusun Rancangan Penelitian
Merupakan kerangka kerja bagi penelitian yang dilakukan. Menyusun rancangan penelitian sebagai langkah ketiga dari langkah-langkah menulis karya ilmiah. Ini merupakan kerangka kerja bagi penelitian yang dilakukan.
7.      Melaksanakan Percobaan Berdasarkan Metode yang Direncanakan
Langkah ini merupakan kegiatan nyata dari proses penelitian dalam bentuk percobaan terkait penelitian yang dilakukan. Anda lakukan percobaan yang signifikan dengan obyek penelitian
8.      Melaksanakan Pengamatan dan Pengumpulan Data
Setelah melakukan percobaan atas obyek penelitian dengan metode yang direncanakan, maka selanjutnya Anda melakukan pengamatan terhadap obyek percobaan yang dilakukan tersebut.
9.      Menganalisis dan Menginterpretasikan Data
Langkah ini menganalisa dan menginterpretasikan hasil pengamatan yang sudah dilakukan. Anda coba untuk menginterpretasikan segala kondisi yang terjadi pada saat pengamatan. Di langkah inilah Anda mencoba untuk meneliti dan memperkirakan apa yang terjadi dari pengamatan dan pengumpulan data.
10.  Merumuskan Kesimpulan dan Teori
Langkah ini merumuskan kesimpulan atau teori mengenai segala hal yang terjadi selama percobaan, pengamatan, penganalisaan dan penginterpretasian data. Langkah ini mencoba untuk menarik kesimpulan dari semua yang didapatkan dari proses percobaan, pengamatan, penganalisaan, dan penginterpretasian terhadap obyek penelitian.
B.      Tahap Penulisan
Format Umum Penulisan Karya Ilmiah :
a.       Bagian Permulaan
1.       Halaman Sampul
Ø  Judul
Ø  Jenis laporan (KTI, skripsi, tesis, disertasi)
Ø  Nama, NIM Mahasiswa
Ø  Lambang Institusi
Ø   Nama Lengkap Universitas
2.        Halaman logo
3.       Halaman Judul (sama dengan halaman sampul)
Penulisan judul jika lebih dari 1 baris maka ditulis seperti piramida terbalik
4.       Halaman Persetujuan
Ø  Persetujuan Pembimbing
Ø  Pengesahan untuk para penguji
5.        Kata Pengantar
6.       Ucapan Terimakasih
7.       Abstrak
8.       Daftar Isi
9.        Daftar tabel, gambar dan lampiran
b.       Bagian Isi
1.       Pendahuluan
Ø  Latar belakang pengambilan topic
Ø  Perumusan masalah
Ø  Tujuan
*Umum
*Khusus
Ø  Manfaat Penelitian
2.       Kerangka Teori/Tinjauan Pustaka
3.       Kerangka Konsep
Ø  Diagram kerangka konsep
Ø  Hipotesa
Ø  Defenisi operasional
4.         Metodologi Penelitian
Ø  Rancangan/desain penelitian
Ø  Populasi
Ø  Pengambilan sampel
Ø  Cara pengolahan data
5.       Hasil Penelitian
Ø  Penguraian hasil penelitian
6.       Pembahasan
Ø  Mebahas hasil penelelitian berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah dibuat
7.       Kesimpulan
8.       Saran
c.        Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi ini bertujuan untuk memeriksa kembali tulisan yang telah jadi ataupun memperbaiki berbagai kesalahan dan kekurangan dalam karya tulis. Hal yang harus menjadi perhatian diantaranya yaitu isi artikel, sistematika penyajian dan bahasa yang digunakan.
Sumber :

Selasa, 04 November 2014

SILOGISME

SILOGISME DAN PENALARAN

SILOGISME

I. Pengertian
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
II. Jenis-jenis Silogisme
Berdasarkan bentuknya, silogisme terdiri dari;
1. Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term). Contoh:
Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
Akasia membutuhkan air (Konklusi)
• Hukum-hukum Silogisme Katagorik.
A. Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga.
Contoh:
Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor).
Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor).
Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).
B. Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga.
Contoh:
Semua korupsi tidak disenangi (mayor).
Sebagian pejabat korupsi (minor).
Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi).


C. Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa politikus tidak jujur (premis 1).
Bambang adalah politikus (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Bambang mungkin tidak jujur (konklusi).
D. Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika salah satu premisnya positif.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar (premis 1).
Kucing bukan bunga mawar (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan
E. Apabila term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Contoh; semua ikan berdarah dingin. Binatang ini berdarah dingin. Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin saja binatang melata.
Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya akan salah.
Contoh:
Kerbau adalah binatang.(premis 1)
Kambing bukan kerbau.(premis 2)
∴ Kambing bukan binatang ?
Binatang pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis 1 bersifat positif
Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain.
Contoh:
Bulan itu bersinar di langit.(mayor)
Januari adalah bulan.(minor)
∴ Januari bersinar dilangit?
Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, predikat, dan term, tidak bisa diturunkan konklsinya.
Contoh:
Kucing adalah binatang.(premis 1)
Domba adalah binatang.(premis 2)
Beringin adalah tumbuhan.(premis3)
Sawo adalah tumbuhan.(premis4)

Dari premis tersebut tidak dapat diturunkan kesimpulannya :
 Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:
Jika hujan saya naik becak.(mayor)
Sekarang hujan.(minor)
Saya naik becak (konklusi).
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
Jika hujan, bumi akan basah (mayor).
Sekarang bumi telah basah (minor).
Hujan telah turun (konklusi)
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent.
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Kegelisahan tidak akan timbul.



Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
Mahasiswa tidak turun ke jalanan.

Hukum-hukum Silogisme Hipotetik Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar. Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka hukum silogisme hipotetik adalah:
Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.

 Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh:
Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Nenek Sumi berada di Bandung.
Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.

 Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan. Contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.


 Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:
• Silogisme disyungtif dalam arti sempit
Silogisme disjungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif kontradiktif. Contoh:
Heri jujur atau berbohong.(premis1)
Ternyata Heri berbohong.(premis2)
Ia tidak jujur (konklusi).
• Silogisme disjungtif dalam arti luas
Silogisme disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan kontradiktif. Contoh:
Hasan di rumah atau di pasar.(premis1)
Ternyata tidak di rumah.(premis2)
Hasan di pasar (konklusi).
• Hukum-hukum Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.
Contoh:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata Hasan berbaju putih.
Hasan bukan tidak berbaju putih.
• Silogisme disjungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya adalah
Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar).
Contoh:
Budi menjadi guru atau pelaut.
Budi adalah guru.
Maka Budi bukan pelaut.
Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, maka konklusinya tidak sah (salah).
Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogyakarta.
Ternyata tidak lari ke Yogyakarta
Dia lari ke Solo?
Konklusi yang salah karena bisa jadi dia lari ke kota lain.



PENALARAN

Hakikat Penalaran
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Ciri-ciri Penalaran :
1. Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika( penalaran merupakan suatu proses berpikir logis ).
2. Sifat analitik dari proses berpikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Perasaan intuisi merupakan cara berpikir secara analitik.
Cara berpikir masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu : Analitik dan Non analitik. Sedangkan jika ditinjau dari hakekat usahanya, dapat dibedakan menjadi : Usaha aktif manusia dan apa yang diberikan.
Penalaran Ilmiah sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Deduktif yang berujung pada rasionalisme
2. Induktif yang berujung pada empirisme
Logika merupakan suatu kegiatan pengkajian untuk berpikir secara shahih
Contoh :
• Ketika seorang pengemis berkata :”kasihanilah saya orang biasa”. Itu merupakan suatu ungkapan yang tidak logis.
• Ketika seorang peneliti mencari penyebab mengapa orang mabuk? Ada 3 peristiwa yang ditemuinya
• ada orang yang mencampur air dengan brendi dan itu menyebabkan dia mabuk
• ada yang mencampur air dengan tuak kemudian dia mabuk
• ada lagi yang mencampur air dengan whiski kemudian akhirnya dia mabuk juga
Dari 3 peristiwa diatas, apakah kita bisa menarik kesimpulan bahwa air-lah yang menyebabkan orang mabuk?
Logika deduktif merupakan cara penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat khusus (individual). Sedangkan logika induktif merupakan cara penarikan kesimpulan dari kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir silogisme, dua pernyataan dan sebuah kesimpulan. Dan didalam silogisme terdapat premis mayor dan premis minor.
Contoh :
• Semua makhluk punya mata ( premis mayor )
• Si Adam adalah seorang makhluk ( premis minor )
• Jadi, Adam punya mata ( kesimpulan )
Kriteria kebenaran :
3+4=75+2=76+1=7
Menurut seorang anak kecil, hal ini tidak benar.
Ini membuktikan bahwa tidak semua manusia mempunyai persyaratan yang sama terhadap apa yang dianggapnya benar.
Secara deduktif dapat dibuktikan ketiganya benar. Pernyataan dan kesimpulan yang ditariknya adalah konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan yang telah dianggap benar. Teori ini disebut koherensi. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koherensi.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi(consequence).
 Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian
 Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
• Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
• Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Penalaran menghasilkan pengetahuan yang diartikan dengan kegiatan berpikir dan bukan perasaan. Dengan demikian kita patut sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran.
Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik dalam menemukan kebenaran.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Karena tidak semua cara berpikir manusia itu sama oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai criteria kebenaran masing-masing.
 Bentuk Penalaran
Bentuk-bentuk penalaran yang sering digunakan dalam wancana keseharian berupa penalaran asosiatif dan skema dissosiatif. Penalaran asosiatif berbentuk penalaran yang memasukkan beberapa unsure penalaran dan mengevaluasi atau mengorganisasikan unsur yang lainnya. Penalaran dissosiatif merupakan bentuk penalaran yang memisahkan atau mengurai unsur-unsur penalaran yang semula merupakan satu kesatuan . jenis penalaran assosiatif tersebut tidaklah mutlak hanya berupa satu jenis penalaran, tetapi lebih mengarah pada kecenderungan, terutama pada unsur bukti dan pembuktiannya.



 Metode Penalaran
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran. Ada dua jenis metode penalaran yaitu penalaran deduktif dan induktif :
1. Metode Induktif
Metode berpikir induktif adalah suatu penalaran yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasi pengamatan empiric dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini panalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif.
2. Metode Deduktif
Metode berpikir deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, ang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.