Sabtu, 23 Juni 2012

perlindungan konsumen


Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Yang dimaksud di dalam UU PK sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena konsumen akhir memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.
Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 :
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a:
“ … pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen, melindungi kepentingan konsumen…”

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN :
Adalah Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau jasa konsumen.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
·                     Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
·                     Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
·                     Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
·                     Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
·                     Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
·                     Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Asas dan tujuan perlindungan konsumen
       Pasal 2 UU No. 8/ 1999, tentang Asas Perlindungan Konsumen :
            “Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.
       Sedangkan Pasal 3 UU No. 8/ 1999, tentang Tujuan Perlindungan Konsumen :
Perlindungan Konsumen bertujuan :
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakai barang dan/ atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usahaproduksi barang dan/ atau jasa, kesehatan , kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak dan Kewajiban Konsumen Pasal 4
Hak konsumen adalah:
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen  Pasal 5 adalah:
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Hak pelaku usaha Pasal 6 adalah:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatunya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha Pasal 7 adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

hak cipta

PENGERTIAN UMUM
1. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan
menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
2. Pencipta adalah :
♦ Seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang
khas dan bersifat pribadi;
♦ Orang yang merancang suatu ciptaan, tetapi diwujudkan oleh orang lain
dibawah pimpinan atau pengawasan orang yang merancang ciptaan
tersebut;
♦ Orang yang membuat suatu karya cipta dalam hubungan kerja atau
berdasarkan pesanan;
♦ Badan hukum
3. Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Pemegang Hak Cipta, adalah pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang
yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima hak
tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari
orang tersebut.
5. Yang dimaksud dengan hak-hak yang berkaitan dengan Hak Cipta adalah
Pelaku, Produsen Rekaman Suara dan Lembaga Penyiaran yaitu :
Pelaku; adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari atau mereka yang menampilkan,
memerankan, mempertunjukan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklarasikan
atau mempermainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra dan karya seni
lainnya.
Produser Rekaman Suara; adalah orang atau badan hukum yang pertama kali
merekam atau memiliki prakarsa untuk membiayai kegiatan perekaman suara atau
bunyi baik dari suatu pertunjukkan maupun suara atau bunyi lainnya.
Lembaga penyiaran; adalah organisasi penyelenggara siaran, baik lembaga
penyiaran pemerintah maupun lembaga penyiaran swasta yang berbentuk badan
hukum untuk melakukan penyiaran atas suatu karya siaran yang menggunakan
transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistim elektromagnetik lainnya.

Rabu, 30 Mei 2012

pengertian pailit


Pengertian Kepailitan

Peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak masa lampau, dimana para kreditor menggunakan pailit untuk mengancam debitor agar segera melunasi hutangnya. Semakin pesatnya perkembangan ekonomi menimbulkan semakin banyaknya permasalahan utang-piutang di masyarakat. Di Indonesia, peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak tahun 1905. Saat ini, Undang-Undang yang  digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kepailitan adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”)
Pengertian dari bangkrut atau pailit menurut Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan antara lain, keadaan dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya. Sedangkan, kepailitan menurut UU Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Syarat dan Putusan Kepailitan
Bilamana suatu perusahaan dapat dikatakan pailit, menurut UU Kepailitan adalah jika suatu perusahaan memenuhi syarat-syarat yuridis kepailitan. Syarat-syarat tersebut menurut Pasal 2 UU Kepailitan meliputi adanya debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Kreditor dalam hal ini adalah kreditor baik konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Sedangkan utang yang telah jatuh waktu berarti kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihan sesuai perjanjian ataupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase.
Permohonan pailit menurut UU Kepailitan dapat diajukan oleh debitor, satu atau lebih kreditor, jaksa, Bank Indonesia, Perusahaan Efek atau Perusahaan Asuransi.

Contoh Perusahaan yang Pailit


Pailit dapat diartikan debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu. Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankrupt sendiri mengandung arti Banca Ruta, dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian adalah karena dahulu suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan seluruh kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor. Sedangkan Pengertian Kepailitan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang. Kartono sendiri memberikan pengertian bahwa kepailitan adalah sita umum dan eksekusi terhadap semua kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya.

Organisasi Pailit adalah organisasi yang bisa di bilang kurang berhasil dalam melakukan kerjasama antara debitor dengan kreditor seperti yang telah disampaikan diatas lalu mengalami hal yang dinamakan pailit.sehingga Organisasi tersebut tidak bisa melakukan perencanaan untuk mengembangkan Organisasi, adakalanya penyebab dari kepailitan suatu Organisasi berdasar atas;
  1. Berhentinya debitor yang membayarkan hutang pada kreditor
  2. Kurang baik/tepatnya struktur dari Organiasi
  3. Jaringan Organisasi sempit dan tidak ada yang mengetahui
  4. Tidak memiliki hubungan bisnis yang menguntungkan
  5. Kurangnya kerjasama antar Organisasi
  6. Kurang memadainya sistem permodalan dan dokumentasi Organisasi


Berikut adalah salah satu contoh perusahaan organisasi yang bangkrut atau pailit. 


       1.      NEW YORK - Wall Street 
       
      NEW YORK - Wall Street menutup bulan terbaik dalam 20 tahun dengan tidak sempurna. Kegagalan dari perusahaan perdagangan MF Global Holdings Ltd dan kekhawatiran baru tentang krisis utang Eropa memukul saham keuangan, sehingga membuat Dow Jones cs terpuruk.

Dilansir dari Reuters, Selasa (1/11/2011), Dow Jones Industrial Average ambles 276,10 poin atau 2,26 persen ke 11.955,01. Indeks Standard & Poor 500 turun 31,79 poin atau 2,47 persen ke 1.253,30. Sementara Nasdaq Composite Index terpuruk 52,74 poin atau 1,93 persen ke 2.684,41.

Pelemahan ini menandakan bila "kesengsaraan" krisis Eropa belum berakhir. Obligasi Italia dan Spanyol melonjak, mendorong Bank Sentral Eropa untuk membeli utang. Sementara saham bank-bank Eropa berada di bawah tekanan jual yang berat.

Diketahui, sebuah broker berjangka di Amerika Serikat (AS), MF Global Holdings Ltd, yang membuat taruhan besar pada utang Eropa, mengajukan perlindungan kebangkrutan sehingga menjadi korban terbesar di AS dari krisis zona euro. Perdagangan saham MF Global pun dihentikan.

Hal ini membuat saham keuangan merosot tajam. Saham Morgan Stanley turun 8,6 persen menjadi USD17,64. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan sudah diputuskannya kesepakatan penanganan krisis zona Eropa pekan lalu.

"Kami memulai hari dengan lebih banyak pertanyaan tentang Uni Eropa. Kemudian masalah MF Global datang, di mana kebangkrutan mereka tidak diketahui," kata Managing Director Southwest Securities, Mark Grant.

      2.      BKR Pailit, Pemilik Apartemen Minta BNI Amankan Sertifikat Kepemilikan Gede Suardana 

Denpasar, Bali Kuta Residence (BKR), yang pernah ngetop dengan iklan Anang dan Krisdayanti dinyatakan pailit. Para pemilik apartemen BKR meminta BNI Denpasar mengamankan sertifikat kepemilikan agar dilelang oleh kurator.

Desakan itu disampaikan perwakilan pemilik apartemen di BKR kepada BNI Denpasar di Jl Gatot Subroto, Denpasar, Rabu (4/3/2012).

Para pemilik apartemen khawatir, semua unit apartemen BKR ini dilelang pasca pailit. BKR di Jl Majapahit dinyatakan pailit oleh Pengadilan Tata Niaga Surabaya.

Pasca pailit, pihak pengelola BKR, yaitu PT Dwimas Andalan Bali melakukan proses lelang sema unit apartemen. Padahal sebanyak 104 apartemen sah dimiliki oleh pemilik setelah melunasi pembayaran pembelian sejak tiga tahun lalu.

Padahal lelang hanya bisa dilakukan terhadap 89 unit apartemen. "Hal ini akan berdampak buruk bagi iklim investasi di Bali," tegas kuasa hukum perhimpunan pemilik unit BKR Agus Samijaya, Rabu (4/4/2012)

Sementara itu, Manager Remedial Recovery BNI Acta Suryadinata menjamin sertifikat milik warga akan aman dari proses lelang.
"Sertifikat BKR tidak akan diberikan ke kurator, " tegas Acta.
Sikap BNI tersebut memberikan kepastian bahwa sertifikat mereka aman dari proses lelang.

Sumber :

Minggu, 29 April 2012

surat perjanjian hutang piutang


PERJANJIAN HUTANG PIUTANG

Pada hari ini, Kamis 03 July 2008, Kami yang bertanda tangan di bawah ini

1.      Katro bin nDeso, petani, beralamat di jalan satu persatu  no 10025, RT/RW 125/380, Sukamelarat, Ujungdunia, Bandung. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri.
Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai Pihak Kesatu;

2.      Jaka Sujaka, Administrasi dan Keuangan Koperasi Maju Mundur, beralamat di jalan pelan-pelan, Bandung. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas Koperasi Maju Mundur.
Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai Pihak Kedua;

Kedua belah pihak terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Para Pihak menjamin bahwa masing-masing pihak memiliki wewenang serta kecakapan hukum untuk terikat dan berbuat sebagaimana diatur dalam perjanjian ini;
2.      Bahwa pada tanggal 32 Juni 2008, Pihak Kesatu telah mengajukan pinjaman sebesar Rp. 150.000.000 (Seratus lima  puluh juta rupiah) kepada Pihak Kedua;
3.      Bahwa atas pengajuan Pihak Kesatu, Pihak Kedua telah menyetujui untuk meminjamkan uang tunai sebesar Rp. 150.000.000 (Seratus lima  puluh juta rupiah) kepada Pihak Kesatu pada bulan Juni 2008;
4.      Pihak Kesatu dan Pihak Kedua telah sepakat bahwa pembayaran pinjaman oleh Pihak Kesatu dilakukan dengan cicilan pihak Kesatu pada pihak Kedua sebanyak Rp. 5.000.000 (lima  juta rupiah) setiap bulan, selama 30 bulan, yang dimulai pada bulan Juli 2008 dan berakhir pada bulan Desember 2011;

Demikian Perjanjian jual-beli ini dibuat dalam rangkap dua bermeterai cukup yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama dan berlaku sejak ditandatangani oleh Para Pihak.

                               Bandung,  03 Juni 2008

Pihak Kesatu



Pihak Kedua





Katro bin nDeso
Jaka Sujaka

Saksi




Pono

sumber hukum formal


Sumber Hukum Formil/Formal.
Sumber  hukum  formal   adalah  sumber   hukum   ditinjau  dari  segi  pembentukannya.
Dalam  sumber  hukum  formal  ini  terdapat  rumusan  berbagai  aturan  yang  merupakan  dasar
kekuatan  mengikatnya  peraturan  agar  ditaati  masyarakat  dan  penegak  hukum.  Atau  dapat
juga dikatakan bahwa sumber hukum  formal merupakan causa efficient  dari  hukum.  
Sumber  hukum  formil  merupakan  tempat  atau  sumber  dari  mana  suatu  peraturan
memperoleh  kekuatan  hukum.  Ini  berkaitan  dengan  bentuk  atau  cara  yang  menyebabkan
peraturan  hukum  itu   formal  berlaku.  Pendapat  lain  mengatakan  bahwa  sumber  hukum
dalam  arti  formal  sebagai  sumber  berasalnya  kekuatan  mengikat  dan  validitas.  Hukum  yang
dibuat  oleh  negara  sumber-sumber  hukum  dalam  arti  formal.  Sumber-sumber  yang  tersedia
dalam  formulasi-formulasi  tekstual  yang  berupa  dokumen-dokumen  resmi  adalah  sumber
hukum dalam arti formal.
Sumber hukum dalam arti formal ini secara umum dapat dibedakan menjadi:
1. Undang-undang (statute)
2. Kebiasaan dan adat (custom)
3. Traktat (treaty) atau perjanjian atau konvensi internasional.
4. Yurisprudensi (case law, judge made law)
5. Pendapat ahli hukum terkenal (doctrine).
Dalam   mempelajari   sumber   hukum   formal   ini,   sering   kali   lupa   bahwa   masih   ada
sumber  hukum  penting,  khususnya  di  bidang  hukum  tata  negara  di  samping  sumber  hukum
formal   di   atas,   yaitu   proklamasi   dan   revolusi   kemerdekaan,   coup   d’etat   yang   berhasil,
takluknya suatu negara kepada negara lain.
Menarik  untuk  dikaji  lebih  mendalam  adalah  perbedaan  sumber  hukum  yang  dianut
oleh  dua   sistem  hukum   besar   dunia.   Kedua   sistem  tersebut  adalah   sistem  civil  law  dan
sistem  common  law.  Sumber-sumber  hukum  di  negara-negara  penganut  sistem  common
law   hanya   yurisprudensi   (judge   made   law   di   Inggris,   case   law   di   AS)   dan   perundang-
undangan  (statute  law).  Sementara  itu  di  negara-negara  penganut  sistem  civil  law  sumber
hukum  dalam  arti  formilnya  berupa  peraturan-perundang-undangan,  kebiasaan-kebiasaan
dan yurisprudensi.
Secara  spesifik  di  Indonesia,  Pasal  2  Nomor  12  Tahun  2011  tentang  Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (UU P3) menyebutkan “Pancasila merupakan sumber segala
sumber  hukum  negara”.  Maksudnya  adalah  bahwa  penempatan  Pancasila  sebagai  sumber
dari  segala  sumber  hukum  negara  adalah  sesuai  dengan  Pembukaan  Undang-Undang  Dasar
Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  alinea  keempat  yaitu  Ketuhanan  Yang  Maha  Esa,
Kemanusiaan  yang  adil  dan  beradab,  Persatuan  Indonesia,  Kerakyatan  yang  dipimpin  oleh
hikmat  kebijaksanaan  dalam  Permusyawaratan/Perwakilan,  dan  Keadilan  sosial  bagi  seluruh
rakyat  Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai  dasar dan ideologi  negara serta sekaligus
dasar  filosofis  negara  sehingga  setiap  materi  muatan  Peraturan  Perundang-undangan  tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Dalam   Pasal   7   ayat   (1)   UU   P3   disebutkan   bahwa   hierarki   peraturan   perundang-
undangan di Indonesia terdiri atas:
1.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4.    Peraturan Pemerintah;
5.    Peraturan Presiden;
6.    Peraturan Daerah Provinsi; dan
7.    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dilanjutkan   dalam   Pasal   8   ayat   (1)   UU   P3   bahwa   Jenis   Peraturan   Perundang-
undangan  selain  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  7  ayat  (1)  mencakup  peraturan  yang
ditetapkan     oleh    Majelis    Permusyawaratan     Rakyat,    Dewan    Perwakilan    Rakyat,    Dewan
Perwakilan  Daerah,  Mahkamah  Agung,  Mahkamah  Konstitusi,  Badan  Pemeriksa  Keuangan,
Komisi  Yudisial,  Bank  Indonesia,  Menteri,  badan,  lembaga,  atau  komisi  yang  setingkat  yang
dibentuk  dengan  Undang-Undang  atau  Pemerintah  atas  perintah  Undang-Undang,  Dewan
Perwakilan     Rakyat   Daerah      Provinsi,   Gubernur,   Dewan   Perwakilan   Rakyat           Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Keberadaan  peraturan  Perundang-undangan  tersebut  di  atas  diakui  keberadaannya
dan    mempunyai     kekuatan     hukum     mengikat     sepanjang     diperintahkan     oleh    Peraturan
Perundang-undangan   yang   lebih   tinggi   atau   dibentuk   berdasarkan   kewenangan   (Pasal   8
ayat (2) UU P3).