Pengertian Kepailitan
Peraturan
mengenai kepailitan telah ada sejak masa lampau, dimana para kreditor
menggunakan pailit untuk mengancam debitor agar segera melunasi hutangnya.
Semakin pesatnya perkembangan ekonomi menimbulkan semakin banyaknya
permasalahan utang-piutang di masyarakat. Di Indonesia, peraturan mengenai
kepailitan telah ada sejak tahun 1905. Saat ini, Undang-Undang yang
digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kepailitan adalah Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(“UU Kepailitan”)
Pengertian dari bangkrut atau pailit menurut Ensiklopedia Ekonomi
Keuangan Perdagangan antara lain, keadaan dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan
dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan
untuk membayar utang-utangnya. Sedangkan, kepailitan menurut UU Kepailitan
diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Syarat dan Putusan Kepailitan
Bilamana suatu perusahaan dapat dikatakan pailit, menurut UU
Kepailitan adalah jika suatu perusahaan memenuhi syarat-syarat yuridis
kepailitan. Syarat-syarat tersebut menurut Pasal 2 UU Kepailitan meliputi
adanya debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan
pailit dengan putusan pengadilan. Kreditor dalam hal ini adalah kreditor baik
konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Sedangkan utang yang
telah jatuh waktu berarti kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh
waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihan
sesuai perjanjian ataupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis
arbitrase.
Permohonan pailit menurut UU Kepailitan dapat diajukan oleh
debitor, satu atau lebih kreditor, jaksa, Bank Indonesia, Perusahaan Efek atau
Perusahaan Asuransi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar