Minggu, 29 April 2012

surat perjanjian hutang piutang


PERJANJIAN HUTANG PIUTANG

Pada hari ini, Kamis 03 July 2008, Kami yang bertanda tangan di bawah ini

1.      Katro bin nDeso, petani, beralamat di jalan satu persatu  no 10025, RT/RW 125/380, Sukamelarat, Ujungdunia, Bandung. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri.
Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai Pihak Kesatu;

2.      Jaka Sujaka, Administrasi dan Keuangan Koperasi Maju Mundur, beralamat di jalan pelan-pelan, Bandung. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas Koperasi Maju Mundur.
Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai Pihak Kedua;

Kedua belah pihak terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Para Pihak menjamin bahwa masing-masing pihak memiliki wewenang serta kecakapan hukum untuk terikat dan berbuat sebagaimana diatur dalam perjanjian ini;
2.      Bahwa pada tanggal 32 Juni 2008, Pihak Kesatu telah mengajukan pinjaman sebesar Rp. 150.000.000 (Seratus lima  puluh juta rupiah) kepada Pihak Kedua;
3.      Bahwa atas pengajuan Pihak Kesatu, Pihak Kedua telah menyetujui untuk meminjamkan uang tunai sebesar Rp. 150.000.000 (Seratus lima  puluh juta rupiah) kepada Pihak Kesatu pada bulan Juni 2008;
4.      Pihak Kesatu dan Pihak Kedua telah sepakat bahwa pembayaran pinjaman oleh Pihak Kesatu dilakukan dengan cicilan pihak Kesatu pada pihak Kedua sebanyak Rp. 5.000.000 (lima  juta rupiah) setiap bulan, selama 30 bulan, yang dimulai pada bulan Juli 2008 dan berakhir pada bulan Desember 2011;

Demikian Perjanjian jual-beli ini dibuat dalam rangkap dua bermeterai cukup yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama dan berlaku sejak ditandatangani oleh Para Pihak.

                               Bandung,  03 Juni 2008

Pihak Kesatu



Pihak Kedua





Katro bin nDeso
Jaka Sujaka

Saksi




Pono

sumber hukum formal


Sumber Hukum Formil/Formal.
Sumber  hukum  formal   adalah  sumber   hukum   ditinjau  dari  segi  pembentukannya.
Dalam  sumber  hukum  formal  ini  terdapat  rumusan  berbagai  aturan  yang  merupakan  dasar
kekuatan  mengikatnya  peraturan  agar  ditaati  masyarakat  dan  penegak  hukum.  Atau  dapat
juga dikatakan bahwa sumber hukum  formal merupakan causa efficient  dari  hukum.  
Sumber  hukum  formil  merupakan  tempat  atau  sumber  dari  mana  suatu  peraturan
memperoleh  kekuatan  hukum.  Ini  berkaitan  dengan  bentuk  atau  cara  yang  menyebabkan
peraturan  hukum  itu   formal  berlaku.  Pendapat  lain  mengatakan  bahwa  sumber  hukum
dalam  arti  formal  sebagai  sumber  berasalnya  kekuatan  mengikat  dan  validitas.  Hukum  yang
dibuat  oleh  negara  sumber-sumber  hukum  dalam  arti  formal.  Sumber-sumber  yang  tersedia
dalam  formulasi-formulasi  tekstual  yang  berupa  dokumen-dokumen  resmi  adalah  sumber
hukum dalam arti formal.
Sumber hukum dalam arti formal ini secara umum dapat dibedakan menjadi:
1. Undang-undang (statute)
2. Kebiasaan dan adat (custom)
3. Traktat (treaty) atau perjanjian atau konvensi internasional.
4. Yurisprudensi (case law, judge made law)
5. Pendapat ahli hukum terkenal (doctrine).
Dalam   mempelajari   sumber   hukum   formal   ini,   sering   kali   lupa   bahwa   masih   ada
sumber  hukum  penting,  khususnya  di  bidang  hukum  tata  negara  di  samping  sumber  hukum
formal   di   atas,   yaitu   proklamasi   dan   revolusi   kemerdekaan,   coup   d’etat   yang   berhasil,
takluknya suatu negara kepada negara lain.
Menarik  untuk  dikaji  lebih  mendalam  adalah  perbedaan  sumber  hukum  yang  dianut
oleh  dua   sistem  hukum   besar   dunia.   Kedua   sistem  tersebut  adalah   sistem  civil  law  dan
sistem  common  law.  Sumber-sumber  hukum  di  negara-negara  penganut  sistem  common
law   hanya   yurisprudensi   (judge   made   law   di   Inggris,   case   law   di   AS)   dan   perundang-
undangan  (statute  law).  Sementara  itu  di  negara-negara  penganut  sistem  civil  law  sumber
hukum  dalam  arti  formilnya  berupa  peraturan-perundang-undangan,  kebiasaan-kebiasaan
dan yurisprudensi.
Secara  spesifik  di  Indonesia,  Pasal  2  Nomor  12  Tahun  2011  tentang  Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (UU P3) menyebutkan “Pancasila merupakan sumber segala
sumber  hukum  negara”.  Maksudnya  adalah  bahwa  penempatan  Pancasila  sebagai  sumber
dari  segala  sumber  hukum  negara  adalah  sesuai  dengan  Pembukaan  Undang-Undang  Dasar
Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  alinea  keempat  yaitu  Ketuhanan  Yang  Maha  Esa,
Kemanusiaan  yang  adil  dan  beradab,  Persatuan  Indonesia,  Kerakyatan  yang  dipimpin  oleh
hikmat  kebijaksanaan  dalam  Permusyawaratan/Perwakilan,  dan  Keadilan  sosial  bagi  seluruh
rakyat  Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai  dasar dan ideologi  negara serta sekaligus
dasar  filosofis  negara  sehingga  setiap  materi  muatan  Peraturan  Perundang-undangan  tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Dalam   Pasal   7   ayat   (1)   UU   P3   disebutkan   bahwa   hierarki   peraturan   perundang-
undangan di Indonesia terdiri atas:
1.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4.    Peraturan Pemerintah;
5.    Peraturan Presiden;
6.    Peraturan Daerah Provinsi; dan
7.    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dilanjutkan   dalam   Pasal   8   ayat   (1)   UU   P3   bahwa   Jenis   Peraturan   Perundang-
undangan  selain  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  7  ayat  (1)  mencakup  peraturan  yang
ditetapkan     oleh    Majelis    Permusyawaratan     Rakyat,    Dewan    Perwakilan    Rakyat,    Dewan
Perwakilan  Daerah,  Mahkamah  Agung,  Mahkamah  Konstitusi,  Badan  Pemeriksa  Keuangan,
Komisi  Yudisial,  Bank  Indonesia,  Menteri,  badan,  lembaga,  atau  komisi  yang  setingkat  yang
dibentuk  dengan  Undang-Undang  atau  Pemerintah  atas  perintah  Undang-Undang,  Dewan
Perwakilan     Rakyat   Daerah      Provinsi,   Gubernur,   Dewan   Perwakilan   Rakyat           Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Keberadaan  peraturan  Perundang-undangan  tersebut  di  atas  diakui  keberadaannya
dan    mempunyai     kekuatan     hukum     mengikat     sepanjang     diperintahkan     oleh    Peraturan
Perundang-undangan   yang   lebih   tinggi   atau   dibentuk   berdasarkan   kewenangan   (Pasal   8
ayat (2) UU P3).