Kelompok 15
“BANTEN”
“BANTEN”
1EB15
Banten merupakan provinsi terpenting di Indonesia, karena wilayah laut Banten sangat berpotensi sebagai jalur laut, selat sunda merupakan salah satu jalur lalu lintas yang paling strategis karena dilalui oleh kapal-kapal besar yang menghubungkan Australia, Selandia Baru dan kawasan Asia Tenggara. Selian itu Banten merupakan penghubung antara Sumatera dan jawa.
a. Sejarah Perekonomian provinsi Banten
Secara ekonomi wilayah Banten memiliki banyak Industri, selain itu Banten mempunyai pelabuhan dapat menghubungkan antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa selain itu dapat mengubungkan ke mancanegara seperti Australia, Selandia Baru, dan kawasan Asia Tenggara. Dilihat dari geografisnya, kota Tangerang dan kabupaten Tangerang merupakan penyangga ibu kota Jakarta .
Perekonomian di Banten setahun demi setahun selalu mengalami peningkatan. Bisa dilihat dari kinerja perekonomian Banten pada Triwulan IV 2010 terus meningkat tercermin dari meningkatnya kinerja komponen permintaan dan sektoral secara simultan hingga mengalami akselerasi pada level 6,31% (yoy). Masih berlanjutnya pemulihan ekonomi dunia terutama emerging countries dan perekonomian nasional hingga akhir tahun 2010, meningkatnya permintaan domestik dan membaiknya ekspektasi masyarakat terhadap perekonomian baik konsumen maupun pelaku usaha diperkirakan berpengaruh cukup signifikan terhadap peningkatan kinerja sisi permintaan maupun kinerja sektoral.
Tekanan Inflasi Banten pada Triwulan IV 2010 meningkat dengan level inflasi Banten sebesar 6,10% (yoy) yang dipengaruhi terutama oleh komponen volatile foods. Berdasarkan hasil disagregasi inflasi, tekanan inflasi dari kelompok volatile foods khususnya padi-padian dan bumbu-bumbuan masih berlanjut pada Triwulan IV 2010. Gangguan cuaca yang berkepanjangan yang menghambat jumlah pasokan bahan makanan diperkirakan mendorong kontribusi inflasi volatile foods secara signifikan. Tekanan dari komponen administered prices juga terindikasi meningkat, sedangkan tekanan dari kelompok inti maupun administered prices masih cenderung stabil.
Setelah bertumbuh cukup tinggi pada Triwulan IV 2010 sebesar 6,31% (yoy), perekonomian Banten diperkirakan tetap bertumbuh tinggi namun cenderung sedikit melambat pada triwulan mendatang dengan kisaran angka sebesar 6,05% - 6,10% (yoy). Sektor-sektor utama seperti sektor industri pengolahan diperkirakan belum meningkat secara signifikan seiring dengan siklus bisnis yang umumnya cenderung slow down pada awal tahun, begitu pula dengan kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selain itu, adanya gejolak politik di wilayah Timur Tengah diperkirakan cukup memberikan tekanan terhadap kinerja perdagangan internasional khususnya terkait dengan kinerja ekspor dan impor sektor industri pada triwulan mendatang.
Sejalan dengan membaiknya perekonomian, tekanan terhadap inflasi Banten pada Triwulan I 2011 pun diproyeksikan meningkat, ditambah dengan adanya gejolak harga pangan dan faktor eksternal. Inflasi Banten triwulan mendatang diperkirakan tetap pada level relatif tinggi dan diperkirakan berada pada kisaran 6,80% (yoy) lebih tinggi daripada Triwulan IV 2010 sebesar 6,10% (yoy). Membaiknya ekspektasi masyarakat terhadap kondisi perekonomian maupun kondisi penghasilan secara umum pada tahun 2011 diperkirakan memberikan dampak peningkatan permintaan dan kemudian meningkatkan potensi peningkatan harga/inflasi dari sisi permintaan. Di sisi lain, terganggunya pasokan/supply bahan pangan yang diperkirakan terus terjadi hingga Triwulan I 2011 akibat kondisi alam yang kurang menguntungkan dan ditambah dengan kenaikan harga barang impor (imported inflation) juga dapat memberikan tekanan yang cukup besar terhadap kondisi inflasi periode mendatang.
b. Pendapatan Asli Daerah Provinsi Banten
Setiap masing-masing provinsi di Indonesia memiliki pendapatan asli dari daerahnya. Termasuk juga dengan provinsi banten bisa dilihat dari kurung waktu antara 2002-2005 pendapatan-pendapatan yang masuk Secara keseluruhan, realisasi pendapatan daerah Provinsi Banten dalam kurun waktu 2002-2005 semakin menunjukkan penguatan kapasitas, dimana realisasi sebesar Rp. 915,65 Milyar pada tahun 2002 telah berhasil ditingkatkan menjadi Rp. 1.784,94 Milyar hingga tahun 2006. Penguatan kapasitas tersebut ditandai dengan rata-rata pencapaian target 104,73% per tahun serta dengan rata-rata laju pertumbuhan 16,23% per tahun. Berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2006, target pendapatan daerah pada tahun 2006 adalah sebesar Rp. 1.784,94 Milyar, dengan demikian laju pertumbuhan yang diharapkan terhadap realisasi 2005 adalah 11,67%2).
Penguatan kapasitas pendapatan daerah terutama ditopang oleh peningkatan kinerja dan peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam struktur pendapatan daerah, dimana dari Rp. 439,38 Milyar atau 47,99% terhadap total pendapatan daerah (2002) telah dapat ditingkatkan menjadi Rp. 1.070,23 Milyar atau 66,59% (2005), atau dengan laju pertumbuhan rata-rata 34,63% per tahun. Di samping itu, Dana Perimbangan juga masih memberikan peran besar terhadap struktur pendapatan daerah, meskipun dari tahun ke tahun nilainya mengalami peningkatan dengan kecenderungan stagnan (laju rata-rata 8,80% per tahun)2).
Secara keseluruhan, PAD masih berpeluang untuk ditingkatkan, dengan menindaklanjuti berbagai peluang atau kendala yang belum dapat diupayakan selama periode 2002-2005, antara lain: penerapan Pajak Kendaraan di Atas Air (PKAA) dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air (BBNKAA), belum optimalnya kinerja dan peran pos Retribusi Daerah (rata-rata kontribusi per tahun baru mencapai 0,29%) terhadap PAD maupun pendapatan daerah, serta masih lambannya upaya ekstensifikasi pendapatan daerah melalui pembentukan badan usaha milik daerah.
Pada sisi belanja daerah selama kurun waktu 2002-2006 menunjukkan perkembangan kapasitas pembiayaan pembangunan yang semakin memadai, dimana jumlah dan proporsi belanja pembangunan (belanja publik) dalam struktur belanja daerah mengalami peningkatan. Alokasi belanja daerah yang terealisasi sebesar Rp. 955 Milyar (2002) telah dapat ditingkatkan menjadi Rp. 1.091,81 Milyar pada tahun 2004, selanjutnya pada tahun 2005 dan 2006 ditargetkan masing-masing sebesar Rp. 1.618,99 Milyar dan Rp. 2.043,52 Milyar3). Berdasarkan realisasi belanja daerah 2002-2004 serta target tahun 2005-2006, rata-rata proporsi alokasi belanja pembangunan (terdiri dari belanja publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, serta belanja tak disangka) adalah sebesar 68,96% per tahun, dimana proporsi alokasi pada tahun 2006 ditargetkan sebesar 79,59% atau Rp. 1.626,43 Milyar3). Sedangkan permasalahan pokok dalam penerapan belanja daerah selama kurun waktu 2002-2005 adalah belum efisiennya prioritas alokasi belanja daerah secara proporsional, serta masih terbatasnya kemampuan pengelolaannya termasuk dalam melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta profesionalisme.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005 mayoritas berasal dari sektor industri pengolahan (49,75%), diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran (17,13%), pengangkutan dan komunikasi (8,58%) dan pertanian yang hanya 8,53%. Namun berdasarkan jumlah penyerapan tenaga kerja, industri menyerap 23,11% tenaga kerja, diikuti oleh pertanian (21,14%), perdagangan (20,84%) dan transportasi/komunikasi yang hanya 9,50%.
Selain itu pendapatan asli yang diterima Banten bersumber kepada,
-PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
-DANA PERIMBANGAN BAGI HASIL PAJAK / BAGI HASIL BUKAN PAJAK BAGI HASIL BUKAN PAJAK / SUMBER DAYA ALAM, IURAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN (IHPH)
-DANA ALOKASI UMUM
-DANA ALOKASI KHUSUS
-LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
-DANA PERIMBANGAN BAGI HASIL PAJAK / BAGI HASIL BUKAN PAJAK BAGI HASIL BUKAN PAJAK / SUMBER DAYA ALAM, IURAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN (IHPH)
-DANA ALOKASI UMUM
-DANA ALOKASI KHUSUS
-LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
c. Hambatan Pembangunan Provinsi Banten
Setiap provinsi di Indonesia dalam pembangunannya selalu menghadapi rintangan/hambatan. Termasuk juga dengan provinsi Banten, dalam pembangunan ekonomi daerah Banten sangat lemah.
Kelemahan tersebut antara lain kurangnya koordinasi dan harmonisasi perencanaan serta operasional pembangunan antar kota/kabupaten satu dengan yang lainnya. Bahkan pemkab/kota dengan pemprov juga disharmonisasi, sehingga masalah tersebut memperlambat pertumbuhan ekonomi di Banten.
Menurut Dahnil, hambatan pembangunan di Banten juga terjadi karena adanya perbedaan pandangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota seperti dalam rencana bantuan pemerintah provinsi untuk kabupaten/kota (fresh money) dalam APBD 2010 Banten yang kemungkinan mengalamai penurunan dibanding tahun sebelumnya.
Selain itu, hambatan lain yang terjadi bagi pengembangan pembangunan khususnya perekonomian di Provinsi Banten adalah, pemprov tidak konsisten melaksanakan berbagai rencana pembangunan yang sudah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Di Banten misalnya, dalam RPJMD sudah dituangkan mengenai pembagian wilayah di Banten untuk pengembangan sektor perekonomian dan pembangunan di daerah tersebut, misalnya wilayah Banten Selatan yang meliputi Kabupaten Pandeglang dan Lebak yang akan dikembangkan untuk sektor agro industri seperti pertanian, perkebunan dan peternakan, namun pada kenyataannya belum berjalan dengan baik.
Selain itu, hambatan lain yang terjadi bagi pengembangan pembangunan khususnya perekonomian di Provinsi Banten adalah, pemprov tidak konsisten melaksanakan berbagai rencana pembangunan yang sudah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Di Banten misalnya, dalam RPJMD sudah dituangkan mengenai pembagian wilayah di Banten untuk pengembangan sektor perekonomian dan pembangunan di daerah tersebut, misalnya wilayah Banten Selatan yang meliputi Kabupaten Pandeglang dan Lebak yang akan dikembangkan untuk sektor agro industri seperti pertanian, perkebunan dan peternakan, namun pada kenyataannya belum berjalan dengan baik.
Pemerintah harus segera mencegah penghambat tersebut, karena apabila pemerintah kurang cepat dalam bersikap kemungkinan pembangunan di Banten akan stagman atau akan mengalami kemunduran.
Menurut Pengamat ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Dahnil Anzar mengatakan, pemerintah Provinsi Banten bisa menduplikasi "National Summit" untuk harmonisasi perencanaan pembangunan ekonomi di Banten. Ia mengatakan, national summit adalah langkah positif untuk memulai perencanaan pembangunan Indonesia lima tahun kedepan, karena melibatkan koordinasi pembangunan semua steakholder lintas sektoral. Sebab selama ini pembangunan ekonomi sangat parsial dan sektoral.
Hambatan pembangunan yang terjadi di banten sangat kompleks, terlihat dari masalah yang terjadi hubungan semua elemen didalamnya juga saling berpengaruh antara kota , kabupaten maupun pemkot setempat. Tapi, setiap permasalahan mempunyai jalan keluarnya. Yang sudah dikutip diatas bahwa Banten dapat menduplikat “National Summit” agar tidak ada lagi penghambat pembangunan di Banten.
d. Produk Unggulan Provinsi Banten
Produk unggulan di Banten merupakan produk asli yang dikerjakan dan dihasilkan di Banten. Salah satu produk unggulan tersebut adalah “GERABAH” produk home industry ini merupakan produk berupa gentong dan perlengkapan dapur tradisional. Produk ini merupakan produk unggulan khas dari provinsi Banten.
Dan merupakan hasil kerajinan warga Kampung Bumi Jaya, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang ini sudah tergolong barang ekspor andalan. Menurut sejumlah perajin di Ciruas mengatakan, hasil kerajinan gerabah ini sudah turun-temurun sejak kakek mereka, dan jika diurut-urut kemungkinan besar sudah ada sejak zaman Keslutanan Banten abad ke-17.
Produk unggulan di Banten salah satunya gerabah, dapat memberikan sumbangan untuk PAD(Pendapatan Asli Daerah) bisa dilihat pada tahun 2005 sektor industri dapat menyumbangkan (49,75%) untuk sector pengolahan industri saja.
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pembangunan
Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional riil dan produktivitas. Factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan ekonomi antara lain :
1. Modal (capital)
2. Tenaga kerja yang tersedia
3. Kekayaan alam (sumber daya alam ) riil
4. Teknologi dan wirausaha
5. Karakteristik social budaya masyarakat
6. Luasnya pasar
7. System perekonomian yang digunakan.
Factor modal dan tenaga kerja merupakan input yang langsung mempengaruhi besarnya output. Sedangkan kelima factor terakhir merupakan input yang secara tidak langsung mempengaruhi besarnya output melalui pengaruhnya terhadap modal dan tenaga kerja
2. Tenaga kerja yang tersedia
3. Kekayaan alam (sumber daya alam ) riil
4. Teknologi dan wirausaha
5. Karakteristik social budaya masyarakat
6. Luasnya pasar
7. System perekonomian yang digunakan.
Factor modal dan tenaga kerja merupakan input yang langsung mempengaruhi besarnya output. Sedangkan kelima factor terakhir merupakan input yang secara tidak langsung mempengaruhi besarnya output melalui pengaruhnya terhadap modal dan tenaga kerja
f. Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Banten
Ratu Atut Chosiyah
WAKIL GUBERNUR BANTEN
Mohammad Masduki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar